Kamis, 31 Januari 2008

Budaya Adiluhung Yang Mulai Pudar, Kitalah Yang Wajib Melestarikannya

Berbicara, mendengar dan melihat budaya di Nusantara ini tidak akan ada jenuh dan selesainya, karena begitu banyak dan beragamnya budaya yang ada, dan setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dan untuk masalah Wayang ternyata banyak ragam dan jenisnya.

Contohnya di Pulau Jawa saja ada Wayang Kulit, Wayang Purwa yg dapat kita jumpai di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah, Wayang Golek dari Daerah Jawa Barat, Wayang Potehi dari Jawa Timur. Khusus untuk Wayang Kulit yang pastinya suatu tontonan favorit bagi saya dari kecil hingga saat ini, (hanya saja sekarang jarang sekali bisa menikmati) krena ditempat domisili saya sekarang jarang sekali ada tontonan Wayang Kulit-nya.

Menurut cerita Wayang Kulit ini dulu dipergunakan sebagai saran Dakwah oleh Sunan Kalijaga dan Sunan Muria shg begitu melekat dan kental dengan budaya Jawa-nya.. Untuk saat ini dalang-dalang terkenal dengan memberikan sajian dan kreatifitasnya masing-masing menjadikan Wayang Kulit makin indah dan enak untuk ditonton, untuk Dalang Wayang Kulit yang baik saat ini antara lain : Ki H. Anom Suroto dari Solo terkenal dengan Suluknya (Irama lagu dan suaranya) dan; Ki Manteb Sudarsono dari Karanganyar terkenal dengan sabetannya (mengolah gerak wayang) Wisnu Bayu Aji putra Anom Suroto (merupakan gabungan dari Anom dan Manteb); Ki Sunaryo dari Jawa Timur; Ki Enthus Susmono dr Tegal dan masih banyak lagi dalang-dalang yang lain.

Wayang merupakan budaya adiluhung yang penuh dengan falsafah hidup, hampir semua dalam perlengkapan, alat dan wayang itu sendiri memiliki arti dan makna. Mulai dari Wayang.. ada tokoh Buto..(raksasa) melambangkan angkara murka ada tokoh Wayang yg baik budi pekerti, tingkah laku (diwakili oleh Pandawa), sedangkan tokoh wayang yang terkenal dg kelicikan, serakah dan tak pernah punya rasa puas (diwakili oleh Kurawa) dari Dalang itu sendiripun memiliki makna.

Kesenian wayang yg jelas jauh dari kesan vulgar, porno dan lain sebagainya dalang, pesinden, dan yaga (penabuh gamelan) dari pekaian dan tutur bahasanya pun selalu sopan.. karena dibalut dg busan jawa yang bagus..namun sekarang memang untuk memberikan tayangan yang menarik terkadang kreatifitas dalang muncul dg adanya tambahan dan sisipan pada saat Goro-goro (keluarnya Punokawan) dengan adanya lawakan atau campursar terkadang orkes. Tapi tidak keluar dari pakemnya (konsepnya) kekurangan dari Wayang Kulit utk saat ini adalah sepinya peminat krn dikalahkan oleh budaya-budaya luar yang sebenarnya kurang sesuai dengan kehidupan kita.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan tambahan pemahaman khususnya budaya Jawa dan Wayang Kulit.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

maka dari itu sebagai generasi penerus bangsa, marilah kita jaga dan lestarikan warisan budaya yang adiluhung tersebut. jangan sampai kelak anak cucu kita tinggal mendapati ceritanya saja.Jawa jawi kui ngreti aja dadi jawa jawan kang bisane mung irib2 bangsa liya.
Sugeng tetepangan, menika kunjangan balasan, he he, matur sembah nuwun.

Ngabehi k.m

Menjadi Peduli Itu Nikmat

Peduli, satu kata berjuta makna, jika dalam kamus besar Bahasa Indonesia Peduli lebih dimaknai sebagai sebuah arti memperhatikan , walau ...